Perjanjian yang menyangkut sistem perhitungan
penyelesaian hutang piutang melalui mekanisme kliring untuk pertama kali
terjadi di Indonesia pada tanggal 15 Februari 1909 antara 6 (enam) bank
utama di Jakarta (saat itu bernama Batavia). Sistem ini dirasakan
sangat bermanfaat dalam memperlancar serta mempermudah perhitungan antar
bank. Enam bank utama yang menyelenggarakan perjanjian sistem
perhitungan kliring ini adalah Nederlandsche Handel Mij Factorij, De
Hongkong & Shanghai Banking Corp, De Chartered Bank of India Australia & China, De Nederderlandsch
Indische Escompto Mij, De Nederlandsch Indische Handelsbank, dan De
Javasche Bank. Perhitungan kliring pada saat itu dilaksanakan oleh pihak
ketiga yaitu di gedung Fa. Rijnst & Vinju dibawah pimpinan E. Th.
Kal. Adapun perkembangan kegiatan kliring dapat digambarkan sebagai
berikut.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank
Sentral pada waktu itu, pada Pasal 30 butir a. diatur bahwa Bank
Indonesia membina perbankan dengan jalan memperluas, memperlancar dan
mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar
bank. Sesuai amanat Undang-undang dimaksud penyelenggaraan kliring
antar bank oleh Bank Indonesia (untuk selanjutnya disebut Penyelenggara)
telah diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 14/35/Kep/Dir/UPPB dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/8/UPG
masing-masing tertanggal 10 September 1981 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal.
Pada awalnya, pelaksanaan kliring di Jakarta dan
kota-kota lain di Indonesia dilaksanakan secara manual, yaitu suatu
sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi yang meliputi
perhitungan, pembuatan daftar, pemilahan, pengecekan, penyesuaian dan
distribusi warkat kliring dilakukan secara manual, baik oleh
penyelenggara maupun oleh bank peserta kliring. Dalam perkembangannya,
sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di
Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang antara lain
ditandai dengan meningkatnya jumlah bank/kantor peserta kliring serta
kuantitas maupun volume warkat kliring yang dikliringkan, sistem
penyelenggaraan kliringpun menjadi sangat penting untuk ditingkatkan
atau dikembangkan demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kliring.
Khusus di wilayah kliring Jakarta, pertumbuhan baik
jumlah warkat kliring maupun nilai nominal rata-rata 6% per tahun,
menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual menjadi tidak efektif
dan efisien lagi. Pada tahun 1990 dilakukan perubahan sistem
penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem
otomasi kliring. Sistem Otomasi adalah sistem perhitungan antar bank
dimana pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seperti pemilahan, perhitungan,
pembuatan laporan dll, dilakukan oleh Penyelenggara dengan bantuan
perangkat komputer, sedangkan pemilahan warkat dilakukan dengan bantuan
mesin baca pilah (reader sorter) yang dapat memilah +/- 1.000
(seribu) warkat per menit secara otomatis. Sementara itu di beberapa
kota lain yang warkat kliringnya relatif cukup banyak dilakukan
perubahan sistem kliring dari sistem manual menjadi sistem semi otomasi
kliring lokal (SOKL). SOKL adalah sistem perhitungan antar bank dimana penggabungan data, pembuatan daftar dan laporan serta
bilyet saldo kliring dilakukan oleh Penyelenggara secara komputerisasi,
sedangkan kegiatan pengecekan, penyesuaian dan distribusi warkat kliring
dilakukan oleh masing-masing bank peserta kliring secara manual.
Di tempat-tempat yang tidak terdapat kantor Bank
Indonesia dimana jumlah bank dan volume warkat kliring relatif cukup
banyak, penyelenggaraan kliring umumnya dilakukan oleh bank pemerintah
atau bank pembangunan daerah yang ditunjuk oleh Bank Indonesia
berdasarkan kesediaan dan kesiapan teknis maupun non teknis. Kebijakan
ini ditempuh agar sistem pembayaran yang efektif dan efisien melalui
kliring tidak saja dinikmati oleh masyarakat di kota-kota besar
melainkan mencakup pula transaksi-transaksi masyarakat melalui perbankan
di kota-kota yang relatif kecil dan atau jauh dari pusat-pusat bisnis.
Dewasa ini. penyelenggaraan kliring di Indonesia yang dilakukan oleh
Bank Indonesia meliputi 1 kota dengan sistem elektronik (Jakarta), 3
kota dengan sistem otomasi kliring (Surabaya, Medan dan Bandung), dan 34
kota dengan SOKL. Sedangkan penyelenggaraan kliring yang dilakukan oleh
penyelenggara yang bukan merupakan Bank Indonesia meliputi 23 kota
dengan SOKL dan 41 kota dengan sistem kliring secara manual. Semakin
meningkatnya jumlah warkat kliring dari waktu ke waktu menyebabkan
meningkatnya tekanan-tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik
di bank peserta kliring maupun di Penyelenggara. Hal tersebut
diakibatkan adanya keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada
dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan dalam proses warkat
kliring tersebut menyebabkan terjadi keterlambatan dalam setelmen dan
penyediaan informasi hasil kliring.
Sebagaimana diketahui, gangguan yang terjadi dalam sistem
pembayaran sangat berpotensi untuk memperlemah dan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap bank. Gangguan tersebut dapat pula
merugikan lembaga lain yang terkait sehingga dapat menimbulkan efek
negatif yang berantai (systemic risk).
Untuk itu, sesuai dengan acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem
Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi,
kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam
menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien,
handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring
lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai
dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia.
Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru
dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia
diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elekronik Jakarta (SKEJ) oleh
Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Dengan sistem elektronis
ini informasi warkat kliring dikirim secara elektronis dan on-line dari
Terminal Peserta Kliring (TPK) ke terminal penyelenggara (Sistem Pusat
Komputer Kliring Elektronik/SPKE) melalui Jaringan Komunikasi Data
(JKD). Sementara itu fisik warkat itu sendiri tetap diserahkan ke Bank
Indonesia untuk dipilah oleh mesin baca-pilah berdasarkan bank tertuju.
Perhitungan kliring dan bilyet saldo kliring dilakukan oleh Bank
Indonesia berdasarkan data elektronis yang dikirim bank-bank peserta
yang kemudian dicetak dalam bentuk laporan dan didistribusikan kepada
bank bersama-sama dengan warkat yang telah dipilah oleh mesin
baca-pilah. Sedangkan Kliring Pengembalian tetap menggunakan sistem SOKL. Pada awal implementasi, jumlah peserta
yang ikut serta dalam kliring elektronis masih terbatas kepada 8
peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, B.Bali, Deutsche Bank, Standard
Chartered Bank dan Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia
(Bagian Akunting Thamrim dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan
kantor-kantor bank dalam penyelenggaraan kliring elektronis dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta.
Bagi kantor-kantor bank yang belum menjadi anggota SKEJ, perhitungan
kliring tetap menggunakan sistem otomasi. Penerapan sistem kliring
elektronik secara menyeluruh baru diterapkan pada tanggal 18 Juni 2001.
TUJUAN dilaksanakan kliring oleh Bank Indonesia antara lain :
a. Untuk memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral;b. Agar perhitungan penyelesaian utang piutang dapat dilaksanakan lebih mudah,aman dan efisien.
Warkat-warkat yang dapat dikliring atau diselesaikan lembaga kliring adalah warkat-warkat yang berasal dari dalam kota seperti :
- Cek
- Bilyet Giro (BG)
- Wesel Bank
- Surat bukti penerimaan transfer dari luar kota
- Lalu lintas giral / nota kredit
MANFAAT KLIRING
1. Bagi Bank Indonesia
a. Efisiensi waktu dan biaya, khususnya dalam hal :
- Operasional kliring dengan ditiadakannya fisik warkat kredit;
- Maintenance aplikasi kliring dengan digunakannya sistem yang terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
b. Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang lebih luasdengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk transfer kredit.
c. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring
yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang
dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS).
2. Bagi Bank
b. Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang lebih luasdengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk transfer kredit.
c. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring
yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang
dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS).
2. Bagi Bank
a. Efisiensi biaya operasional bank dalam pencetakan dan proses administrasi
warkat kredit.
b. Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah.
ISTILAH ISTILAH DALAM KLIRING
1. Autentikasi (Authentication)
Istilah ini berkaitan dengan Peraturtan Bank Indonesia
tentang Transfer Dana . Adalah prosedur yang dilakukan oleh Penyelenggara
Penerima untuk memastikan bahwa penerbitan suatu Perintah Transfer Dana,
perubahan, atau pembatalannya benar-benar dilakukan oleh pihak yang dalam
Perintah Transfer Dana dimaksudkan sebagai Pengirim yang berhak.ansfer. 2. Banknotes (UangKertas Asing/ UKA).
Adalah uang kertas dalam valuta asing yang resmi diterbitkan oleh suatu negara di luar Indonesia yang diakui sebagai alat pembayaran yang sah negara yang bersangkutan (legal tender).
3. Bilyet Giro.
Adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindah-bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.
4. Cancelled Check.
Adalah chek yang sudah digunakan dan sudah dibayar atau sudah dicatat (didebit ) oleh bank pada rekening yang bersangkutan. Cek ini merupakan bukti penarikan uang /dana dari rekening yang bersangkutan dan merupakan arsip bank.
5. Capping.
Adalah istilah kliring untuk penetapan batas maksimum jumlah nominal atau nilai suatu Nota Kredit/Nota Debet yang dapat dikliringkan melalui Kliring Elektronik.
6. Cardex.
Adalah tempat penyimpanan dan penyusunan specimen tanda-tangan nasabah. Biasanya berbentuk lemari kecil, kuat, dapat dikunci dan hanya boleh dibuka oleh petugas tertentu untuk pencocokan tanda-tangan nasabah (penarik cek, deposan, penabung atau tanda-tangan debitur).
7. Cash Management
Adalah jasa/layanan
pengelolaan kas yang diberikan kepada nasabah yang memiliki simpanan pada Bank,
dimana setiap transaksi dilakukan berdasarkan perintah nasabah.8. CD (Certificate of Deposit).
Adalah bukti penempatan dana jangka pendek pada bank yang dapat dipindah tangan kan dan diuangkan pada tanggal jatuh tempo yang tertera pada CD tersebut.
9. Cerukan.
Adalah pemberian fasilitas yang melampaui batas penarikan atas saldo rekening giro yang efektif, yang belum dibuatkan akad kreditnya atau pelampauan pemberian kredit diatas pagu yang ditetapkan berdasarkan akad kredit. Istilah lain adalah “Overdraft“.
10. Collateral Prefund.
Adalah Pendanaan Awal (prefund) yang diperkenankan dalam bentuk agunan khususnya untuk Kliring Debet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar